Kabut di Sumatera Barat: Fenomena yang Menarik Perhatian
Fenomena kawasan yang jarang menerima sinar matahari kembali mencuri perhatian publik di Sumatera Barat. Terdapat tiga daerah yang dikenal sebagai wilayah paling sering berkabut, dengan jam penyinaran matahari yang lebih pendek dibandingkan dengan daerah lain di kota yang terkenal dengan rendangnya ini.
Faktor geografis dan iklim ekstrem menjadi alasan mengapa lokasi-lokasi tersebut dijuluki sebagai “Negeri Kabut”. Wilayah pertama yang disorot adalah Kota Bukittinggi, dataran tinggi ikonik yang berada pada ketinggian sekitar 900–1000 meter di atas permukaan laut. Letaknya di jalur pegunungan Bukit Barisan dan diapit oleh Gunung Singgalang serta Gunung Marapi, menjadikan udara di kota ini cenderung sejuk bahkan pada siang hari.
Kabut tebal sering turun pada pagi dan sore, menciptakan suasana teduh namun sekaligus menutupi sinar matahari. Kondisi ini diperkuat oleh curah hujan tinggi serta topografi kota yang berbukit-bukit. Bukittinggi bukan hanya terkenal karena udara dingin dan Jam Gadang, tetapi juga karena sejarah panjangnya. Pernah menjadi pusat pemerintahan Sumatera dan tempat kelahiran tokoh penting bangsa, kota ini juga merupakan pusat perdagangan terbesar kedua di provinsi tersebut. Namun, posisinya yang berada di antara lembah dan gunung membuat durasi penyinaran matahari tidak sepanjang daerah pesisir.
Lokasi kedua yang menarik perhatian adalah Ngarai Sianok, lembah curam yang terletak di perbatasan Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Bentuk geografinya yang berupa jurang dalam dengan tebing-tebing tinggi secara alami menghalangi sinar matahari, terutama ketika posisi matahari masih rendah. Kabut sering menggantung di dasar lembah, memperkuat kesan tenang yang akhirnya menjadikan tempat ini dijuluki “lembah pendiam”.

